PESAN DI UFUK TIMUR




Dari profesi menjadi Inspirasi.


Senja menjelang. Sekitar pukul 14.30 WIB kami tepat  terjebak di tengah bisingnya kota metropolitan Jawa Timur ini. Catatan cacat melajukan motor bersama seorang sahabat. Kami berencana untuk menikmati nuansa sore hari. House of Sampoerna (HoS). Menjadi tempat tujuan kami.

Sebuah niatan kecil mengusik untuk mencari tahu apa yang ada di sana. Hampir satu jam perjalanan dari daerah Sukolilo, akhirnya sampailah pada tujuan akhir, yaitu menikmati pameran fotografi. Motor terparkir. Mata kami terasa disuguhi pemandangan unik. Sehingga kemacetan di perjalanan tadi pun, terbayar tuntas dengan apa yang ada di sekitar House of Sampoerna. Pantas saja, karena kami juga heran. Museum bernilai sejarah nan tinggi ini berada di tengah – tengah perkampungan. Tepatnya di jalan Taman Sampoerna Krembangan Pabean Cantikan, Surabaya. 
PINTU MASUK : Empat pilar bangunan menyerupai rokok (diambil dari google)
Dari depan kami sudah merasakan nuansa etnik yang tampak dari bangunannya. Tampak keempat tiang berbentuk menyerupai rokok dengan bagian mengecil pada ujung atasnya. Semakin terasa bahwa tempat ini sangat berkaitan dengan nilai sejarah utamanya. Dari bagian depan museum, tak begitu mengecohkan tujuan utama kami, yaitu melihat pameran fotografi “di Ujung Timur”. Langsung saja, kami memburu galeri foto yang tepat berada di bagian samping belakang Cafe Sampoerna. 

Dari luar terlihat sempit. Namun, ketika memasuki ruang galeri, lagi – lagi kami takjub. Berlatarbelakangkan warna merah marun pada dindingnya, kami melihat karya dan figur yang tergantung dalam pameran fotografi ini. Dari ruang tengah, kami disambut hangat oleh salah seorang penjaga galeri. Dengan ramah, wanita berparas cantik ini melempar senyum dan  mempersilahkan kami menikmati pameran foto bertajuk "Di Ufuk Timur" karya Deonisya Ruthi.

Bermodalkan hobinya yang menggemari travelling ke berbagai daerah di Indonesia, wanita kelahiran Surakarta 1971 ini mulai belajar fotografi secara otodidak.  Dari hobi iseng tersebut, Ruthy menggelar pameran tunggalnya sejak tanggal 12 April 2013 hingga 12 Mei 2013 di gedung galeri House of Sampoerna. Pameran impian tersebut berlandaskan pada niat mulianya, yaitu untuk Gaung Kesetaraan gender antara perempuan dan laki – laki serta mengangkat kesuksesan pemuda – pemudi di ujung Timur Indonesia. Terbukti dengan dipamerkannya 25 karya hasil fotografinya yang mengangkat figur – figur pemuda Papua. Dengan berbagai profesi dan kesuksesan pemuda – pemudi di Papua ditunjukkan pada seluruh ruangan galeri. Mulai dari yang berprofesi sebagai perawat, mahasiswa berprestasi, hingga jajaran tinggi kepolisian Indonesia. 
 
PEACE : Deonisya Ruthy (kanan) - foto diambil dari google



TERPAMPANG : foto - foto pemuda Papua bergantungan
 di dinding galeri foto HoS
(foto diambil oleh Viranita Dewi)

Melangkah menuju sisi muka galeri. Terdapat sekitar delapan buah karya Deonisya Ruthy  terpampang. Dari paling ujung di dekat pintu masuk, tampak inspirator – inspirator muda ini terbingkai menjadi sebuah gambar nan inspiratif. Bagaimana tidak, ketika saya melihat ada nama dan usia serta profesi yang kini mereka tekuni. Di umur yang cukup terbilang masih muda, mereka mampu membuktikan kepada bangsa bahwasanya bisa menjadi apa yang mereka inginkan. Salah satunya adalah seorang Brigda yang berasal dari keluarga kepala suku Dani Wamena. Dari kecil ia bercita – cita untuk menjadi seorang abdi negara. Selintas, pemikiran tersebut cukup menyentuh hati. Dimana pada masa kini, tak banyak yang meyakini akan cita – citanya dari kecil. Namun, taruna yang gagah ini mampu membuktikannya kepada masyarakat akan arti sebuah mimpi.

Nuansa etnik yang tercermin dari pesan point of  interest ini terlihat gamblang.  Ruthy sukses menampilkan pesan dan inspirasi dari pemuda – pemudi di Papua. Tampak dengan  beberapa karyanya yang memperlihatkan seorang gadis perempuan yang tersipu bahagia dengan facepaint ala penari Papua. Begitu pula dengan karya lainnya yang tak kalah menginspirasi. Salah satunya adalah Paul Hudsen Felle. Kini ia menjadi anggota dari Direktorat Polairud di usianya yang ke-22. Ia berpose dengan bangga di depan sebuah kapal POLRI. Selain itu keberhasilan – keberhasilan lain yang terbingkai dalam karya foto milik wanita yang tinggal di Surabaya ini, berhasil menumbuhkan kemajuan dan adanya kesetaraan antara wanita maupun pria di Ujung Timur Indonesia. Tak hanya itu, adanya aliran inspiratif dari foto yang disampaikan ini, juga menumbuhkan motivasi bagi yang melihat. “Buh, umur e podho karo kene tapi wes sukses cak! – Umurnya sama dengan saya tapi sudah sukses,cak (red)”, kata Krisna, salah seorang pengunjung dengan bangga.
 
ETNIK : Seorang remaja Papua tersipu dengan hiasan facepainting khas Papua


Berjalan lagi menuju ruang sisi dalam. Terlihat kontras dari yang sebelumnya. Kali ini figure-nya lebih dewasa. Sekitar usia 30an. Mereka berprofesi penting di bidangnya masing – masing. Ada yang memilih jalan hidup sebagai seorang pastur di sebuah gereja tua di Papua. Ada pula seorang wanita yang berprofesi sebagai perawat di sebuah pelosok desa. Dari deskripsi yang tertulis, mereka sangat berniat untuk mengabdi kepada negeri dengan profesinya untuk masyarakat. Dimana ia bergerak dalam upaya kesejahteraan dan kesehatan masyarakat. Patut dikagumi. Dan tetap menginspirasi. Lantas, apa yang mengagumkan dari kisah ini? Jika mereka mampu, kenapa kita tidak? Inilah yang harus kita pelajari :)

*last post yang baru mood di upload :D*

Komentar