HAI KAMU! #SajakKata
Hai kamu. Iya kamu. Kamu yang masih
terselip di ruang bernama hati.
Tahu kah kamu? Sahabatku pernah berkata,”Bumi itu bulat. Jadi kemanapun kita berlari,
menjauh, di suatu titik pasti kita akan bertemu .” Aku menunggu. Menunggu
kebenaran dari teori itu. Apa benar bumi itu bulat. Apa benar kita akan bertemu
di suatu titik. Aku harap begitu.
Hai kamu. Iya kamu. Kamu yang masih sering
menyelinap menjelang tidur.
Tahu kah kamu?Sudah hampir 17280 jam 20160
menit hingga detik ini, rasanya tak sudi. Tak tega. Menyingkirkanmu bersama
dengan puing – puing pesakitan itu. Lusuh. Tak terurus. Terus tergerus. Anehnya
ia tak hancur. Meski sedikit demi sedikit tercuil. Tapi cuilan itu hanya
tercecer di dalam gelap ruang kamarku. Tak lenyap dimakan rayap. Tak hilang
bersama tenggelamnya malam.
Hai kamu. Iya kamu. Kamu yang selalu
menggantungkan anganku.
Tahu kah kamu? Mereka sering
menertawakanku. Tak banyak yang tahu. Aku bisa menerjang badai, mengarungi
derasnya air hujan. Hanya untuk memastikan apa si kalong merah itu benar-benar
dalam kondisi yang baik. Terus terang. Aku khawatir. Melihat motor tuamu yang
kehujanan saja, miris hatiku. Mungkin aku berlebihan. Tapi sekali lagi, terus
terang. Aku sangat khawatir padamu.
Setelah kemenanganmu, di malam itu. Iya.
Di malam yang tepat aku saksikan keenggananmu melihatku. Entah. Padahal kita
saling tahu. Aku penipu, kau pun juga penipu. Penipu yang tak pernah tahu untuk
apa kita menipu. Apa yang kita dapatkan setelah menipu. Bagaimana menipu
seorang penipu. Dan akan bagaimana setelah menipu. Tidak. Kita tidak pernah memikirkan
hal itu.
Tapi aku takut. Jika benar teori itu, akan
aku temui satu kebenaran lainnya. Yang sangat menakutkanku. Membuatku tak ingin
lagi bertemu denganmu. Apakah sama rasa itu?Apakah kamu masih ingat janji itu?
Masih kah kamu menjaga hati itu? Aku takut dengan suatu kebenaran lainnya. Jika
dua orang bertemu kembali, tapi tak merasakan hal yang sama sebelumnya. Aku
takut. Takut menerima kenyataan itu.
Aku berkhayal. Ini hanyalah dongengku. Aku
sedang bermimpi. Aku memainkan skenario ini. Aku menjauh. Kita menjauh. Untuk
saling membenci. Untuk saling menghindar. Saling menyalahkan. Saling beradu.
Saling merindu. Dan saling menutupi kejujuran hati. Dan membiarkan rasa ini
mengendap. Kita sendiri yang membuat. Bersama dengan kebohongan dan luka semu.
Dan wanita di sampingmu itu membuatku sadar.
Ini bukan dongeng. Dan tak selamanya, setiap dongeng berakhir dengan kisah happy ending. Tapi ku tersenyum. Aku bahagia.
Karena sang pembuat skenario sudah menuliskan happy ending dongengmu. Bersama wanita yang memegang imanmu.
Meyakini jalanmu. Menguatkan asamu. Dan untuk itu, aku sangat bahagia atas
kebahagiaanmu.
Komentar
Posting Komentar