Tanda tanya

[Sssst. Bukan curhat!]


Ibu pernah berkata "Nduk, nanti kalau kamu udah gede, dan ketika kamu akan membangun rumah tangga, pilihlah orang yang lebih bisa mencintai kamu dan keluargamu, jangan yang asal kamu cintai saja." -- Sabdanya waktu aku masih rumit berfikir tentang bagaimana memecahkan soal sin, cos, tg; memahami rutinitas pertemanan yang penuh intrik dan keseruan; memaksakan diri untuk mencari 'siapa' aku.

Namun mendengar itu semua, aku hanya tersenyum. Meski belum paham benar apa maksudnya, setidaknya aku rasa 'wejangan' itu penting untuk disimpan dan dipelajari kembali suatu saat nanti.
Sejenak aku mulai berfikir, apa hebatnya mencintai tanpa dicintai ataupun sebaliknya. Untuk urusan itu, bisa jadi aku terlalu cupu. Karena yang aku yakini dan imani adalah hukum newton III dimana F aksi akan selalu sama dengan F reaksi.  Begitu juga untuk urusan hati.

Terkadang, aku sendiri masih bingung. Lantas, apa tugas manusia yang dicintai? Mengapa sebagian besar orang beranggapan lebih baik bersama orang yang mencintai kita, daripada kita yang harus mencintai???bukankah sebenarnya tak ada istilah yang mencintai dan yang dicintai???bukankah keduanya sama* membutuhkan cinta? Jika hanya si pecinta selalu memberi cinta, seberapa lama kah keduanya bertahan dalam keterpaksaan itu????

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/iwedhariono/mencintai-atau-dicintai_552ca2b56ea83497218b45c5
Terkadang, aku sendiri masih bingung. Lantas, apa tugas manusia yang dicintai? Mengapa sebagian besar orang beranggapan lebih baik bersama orang yang mencintai kita, daripada kita yang harus mencintai???bukankah sebenarnya tak ada istilah yang mencintai dan yang dicintai???bukankah keduanya sama* membutuhkan cinta? Jika hanya si pecinta selalu memberi cinta, seberapa lama kah keduanya bertahan dalam keterpaksaan itu????

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/iwedhariono/mencintai-atau-dicintai_552ca2b56ea83497218b45c5Tanda tanyamengapa selalu ada kisah cinta sepihak?
Lucunya, teori itu terpatahkan dan tak sejalan dengan apa yang aku temui, dimana cinta sepihak selalu mendominasi. Menyadari 'kebodohan' itu, entah mengapa justru lebih memberikan energi positif. Ketika mencintai seseorang -- tanpa alasan dan balasan-- entah mengapa segala hal mudah dilalui. Halangan yang nyata membentang, dalam waktu singkat menjadi santapan lezat yang ditunggu; beban hidup yang berat, mampu dijalani dengan senyum tulus dan terarah dengan baik; merubah pesimis menjadi optimis; yang miskin menjadi sangat kaya dan bahagia; yang bodoh selalu belajar dan berusaha cerdas menghadapi segala sesuatu untuk yang disayanginya; bahkan mampu membuat orang terjahat pun menangis tersedu karena tak ingin kehilangan orang yang sangat ia cintai.

Lantas, apa tugas 'manusia yang dicintai kepada yang mencintai'? Mengapa sebagian besar orang beranggapan lebih baik bersama orang yang mencintai kita daripada kita yang harus mencintai? bukankah seharusnya tak ada istilah mencintai atau dicintai? bukankah keduanya sama - sama membutuhkan cinta? Jika hanya sang pecinta yang selalu memberi cinta kepada yang dicinta, seberapa lamakah keduanya bertahan? Manusia memanglah sangat membingungkan. Tak ada fakta di mataku, perempuan selalu lebih asumtif dengan perasaan daripada logika ataupun sebaliknya dengan lelaki. Toh semua sama - sama juga diatur dari hati dan logika, bukan?

Ada satu yang tak masuk dalam logikaku, mengapa juga hati itu menggerakkan ke satu titik yang tak pernah terasingkan hingga saat ini. Ironisnya, tak lagi memberikan kesempatan untuk siapapun mencoba masuk ke dalamnya. Selain 'aku dan Dia'. Apa ini yang disebut dengan 'mati rasa'?

Bukan. Entahlah. Bukan lagi 'sosok penghuni hati' yang kini mulai dicari sebagai cinta yang hakiki. Justru berubah arti. Dimana makna 'mencintai' lebih berarti pada kekuatan tulus untuk mengabdikan diri kepada siapapun yang membutuhkan tenaga, waktu, pikiran, atau apapun yang dimiliki. Dan makna 'dicintai' lebih berorientasi pada ketenangan jiwa dan syukur atas apa yang Tuhan beri.



untuk 'A' yang tengah mencari kenyamanan hati.

Komentar